Kebenaran cuman hanya ada di langit, dan dunia ini hanyalah palsu.
Sebuah hal yang selama ini di jalani, sepertinya baru saja usai.
Dan semua kenangan - kenangan manis selalu saja terlintas.
Tapi aku harus sadar bahwa semuanya itu harus berlalu.
Ada perasaan sayang akan kenangan-kenangan itu.
Aku seolah olah takut menghadap kedepan dan berhadapan dengan hal yang baru, karena akan sama berakhir seperti itu.
dan masa lampau itu masih terasa seperti nikmat yang menyiksa.
Tapi kita harus mempunyai kesadaran yang lebih.
Bahwa.
Let to Dead be Dead. Dead!!!!
This is just a part of memory.
God knows all of this more.
Aku tak tahu mengapa aku merasa agak melankolis malam ini.
aku melihat lampu-lampu kerucut dan lampu lalu lintas dengan warna-warna baru seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam atau kombinasi wajah kemanusiaan semuanya terasa mesra tapi kosong seolah-olah aku merasa diriku yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali dijalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat meguasai diriku.
Jumat, 07 Juni 2013
Kamis, 06 Juni 2013
'UFO' Mengganggu pencarian 'Partikel Tuhan'
Meski para ilmuwan mengaku mendekati Penemuan partikel Tuhan, hingga
kini, partikel itu tak kunjung ditemukan. UFO disebut-sebut sebagai
penghalang terbesar penemuan ini.
Para Fisikawan yang bekerja di Large Hadron Collider (LHC), akselerator partikel di CERN Laboratorium di Swiss, berupaya menabrakkan partikel yang cukup keras secara bersama-sama untuk menciptakan potongan-potongan yang tak pernah dilihat sebelumnya.
Hasil tabrakan tersebut disebut-sebut sebagai pemecah misteri terbesar alam. Namun, Unidentified Falling Object (UFO) terus menghalangi upaya para fisikawan tersebut hingga tak kunjung menemukan partikel Tuhan tersebut.
LHC sendiri merupakan terowongan melingkar sepanjang 27 km yang dilapisi magnet kuat yang berkemampuan mempercepat proton (partikel-partikel dalam inti atom) hingga 99,9999991% kecepatan cahaya.
Sinar dari proton super-cepat dipercepat searah jarum jam mengelilingi lingkaran LHC ini dan bertabrakan dengan sinar yang berjalan berlawanan arah jarum jam akan menghasilkan ledakan subatomik luar biasa.
Saat para ilmuwan ini membuat sinar proton yang ada pada kekuatan penuh, mereka berharap bisa menemukan Higgs boson atau juga dikenal sebagai ‘partikel Tuhan’ yang diyakini memberi sesuatu massa di antara puing-puing tabrakan.
Parafisikawan ini juga mencari materi gelap, substansi tak terlihat yang menembus pinggiran galaksi. Namun menurut ilmuwan, sejak tahun lalu, ada sesuatu yang menghalangi jalan sinar proton dan meredam kekuatan tabrakan mereka.
‘UFO’ ini bukan berasal dari luar angkasa, mereka mungkin partikel debu mikroskopis yang tak diketahui asal muasalnya dan materi ini tetap menjadi misteri. Sementara keberadaan partikel ini masih misterius, ‘partikel Tuhan’ akan tetap tersimpan.
“UFO merupakan salah satu keterbatasan utama yang dikenal untuk kinerja LHC,” tulis fisikawan LHC Tobias Baer dan rekannya dalam sebuah makalah untuk konferensi IPAC2011 baru-baru ini di San Sebastin, Spanyol.
Para peneliti menghabiskan beberapa bulan terakhir mencoba mengkarakterisasi UFO ini dan merancang strategi menyingkirkannya. Lebih dari 10 ribu kemungkinan kejadian UFO, saat sinar proton dianggap berasal dari UFO dan memblokir proton, diamati antara April-Agustus. Beberapa kejadian sangat signifikan hingga memicu ‘timbunan sinar,’ di mana sinar secara otomatis mati.
Banyak dari kejadian ini terjadi di busur listrik yang menghasilkan berkas sinar proton, kata para peneliti. Karena kejadian ini menjadi lebih sering terjadi akibat intensitas sinar proton meningkat, kejadian ini ‘diharapkan menjadi sangat penting untuk operasi LHC pada tingkat energi yang lebih tinggi’.
Bahkan, kejadian UFO yang lebih banyak dan menghasilkan penimbunan sinar akan mencapai titip di mana sinar hanyalah obyek masa lalu yang disebut magnet penendang injektor (MKIS).
Hal ini menunjukkan, magnet merupakan sumber utama benda misteri. Dampak besar UFO ini menyiratkan, UFO dipercepat ke arah sinar proton oleh magnet yang hanya bisa terjadi jika partikel UFO dibebankan. “Banyak studi tambahan sedang berlangsung untuk mendapat pengetahuan lebih mendalam mengenai mekanisme perilaku, dampak dan produksi UFO,” tutup Baer
Para Fisikawan yang bekerja di Large Hadron Collider (LHC), akselerator partikel di CERN Laboratorium di Swiss, berupaya menabrakkan partikel yang cukup keras secara bersama-sama untuk menciptakan potongan-potongan yang tak pernah dilihat sebelumnya.
Hasil tabrakan tersebut disebut-sebut sebagai pemecah misteri terbesar alam. Namun, Unidentified Falling Object (UFO) terus menghalangi upaya para fisikawan tersebut hingga tak kunjung menemukan partikel Tuhan tersebut.
LHC sendiri merupakan terowongan melingkar sepanjang 27 km yang dilapisi magnet kuat yang berkemampuan mempercepat proton (partikel-partikel dalam inti atom) hingga 99,9999991% kecepatan cahaya.
Sinar dari proton super-cepat dipercepat searah jarum jam mengelilingi lingkaran LHC ini dan bertabrakan dengan sinar yang berjalan berlawanan arah jarum jam akan menghasilkan ledakan subatomik luar biasa.
Saat para ilmuwan ini membuat sinar proton yang ada pada kekuatan penuh, mereka berharap bisa menemukan Higgs boson atau juga dikenal sebagai ‘partikel Tuhan’ yang diyakini memberi sesuatu massa di antara puing-puing tabrakan.
Parafisikawan ini juga mencari materi gelap, substansi tak terlihat yang menembus pinggiran galaksi. Namun menurut ilmuwan, sejak tahun lalu, ada sesuatu yang menghalangi jalan sinar proton dan meredam kekuatan tabrakan mereka.
‘UFO’ ini bukan berasal dari luar angkasa, mereka mungkin partikel debu mikroskopis yang tak diketahui asal muasalnya dan materi ini tetap menjadi misteri. Sementara keberadaan partikel ini masih misterius, ‘partikel Tuhan’ akan tetap tersimpan.
“UFO merupakan salah satu keterbatasan utama yang dikenal untuk kinerja LHC,” tulis fisikawan LHC Tobias Baer dan rekannya dalam sebuah makalah untuk konferensi IPAC2011 baru-baru ini di San Sebastin, Spanyol.
Para peneliti menghabiskan beberapa bulan terakhir mencoba mengkarakterisasi UFO ini dan merancang strategi menyingkirkannya. Lebih dari 10 ribu kemungkinan kejadian UFO, saat sinar proton dianggap berasal dari UFO dan memblokir proton, diamati antara April-Agustus. Beberapa kejadian sangat signifikan hingga memicu ‘timbunan sinar,’ di mana sinar secara otomatis mati.
Banyak dari kejadian ini terjadi di busur listrik yang menghasilkan berkas sinar proton, kata para peneliti. Karena kejadian ini menjadi lebih sering terjadi akibat intensitas sinar proton meningkat, kejadian ini ‘diharapkan menjadi sangat penting untuk operasi LHC pada tingkat energi yang lebih tinggi’.
Bahkan, kejadian UFO yang lebih banyak dan menghasilkan penimbunan sinar akan mencapai titip di mana sinar hanyalah obyek masa lalu yang disebut magnet penendang injektor (MKIS).
Hal ini menunjukkan, magnet merupakan sumber utama benda misteri. Dampak besar UFO ini menyiratkan, UFO dipercepat ke arah sinar proton oleh magnet yang hanya bisa terjadi jika partikel UFO dibebankan. “Banyak studi tambahan sedang berlangsung untuk mendapat pengetahuan lebih mendalam mengenai mekanisme perilaku, dampak dan produksi UFO,” tutup Baer
Adolf Hitler dan *Mein Kampf
Mein Kampf (Perjuanganku), sebuah buku tebal yang berjudul asli Mein Kampf zwei Bande in Einem Band Ungekurzte Ausgabe
adalah sebuah dokumen sejarah yang sangat penting dan kontroversial,
lengkap dengan rincian-rincian yang dipaparkan tentang sebuah mimpi
fantastis dari seorang politikus abad 20, dirasa begitu perlu untuk
dikaji ulang kembali sebagai sebuah tradisi intelektualisme dan human interest
yang senantiasa menuntut adanya kebaruan dan pembelajaran ulang atas
tafsir sejarah. Mein Kampf adalah sebuah dokumen indoktrinasi tentang
cita-cita berdiri tegaknya sebuah bangsa Ubermensch,
bibel sekuler kaum Nazi Jerman yang kehadirannya dirasakan begitu
banyak menuai polemik dan debat kusir tak berkesudahan dalam perdebatan
tentang kompleksitas sebuah negara modern di abad 20. Robert Downs
menulis bahwa Mein Kampf adalah salah satu dari sepuluh buku yang
merubah dunia setelah Das
Kapital, Il Principe, Origin of Species, Principa Mathematica, Common
Sense, Wealth of Nations, Essay on the Principle of Population, Die
Traumdeutung, dan Relativity.
Memang
benar ketika membaca Mein Kampf, seperti yang ditulis Otto Tolischus,
adalah membaca 10 persen autobiografi, 90 persen dogma, dan 100 persen
propaganda yang mengagetkan. Membaca buku ini memang tidaklah mudah,
sebab ternyata ia memerlukan kedewasaan dan nalar yang cukup kritis, dan
mesti ditambah pula dengan bekal antusiasme tinggi terhadap sejarah
secara global. Mein Kampf tidak perlu lagi dianggap atau dipandang
sebagai momok yang menakutkan, apalagi ditengah kondisi dunia yang
relatif demokratis ini jauh berbeda ketika Mein Kampf ditulis, akan
tetapi buku ini dipandang sebagai sebuah salah satu referensi
subjektifitas diri semata dari seorang politikus dan pemimpin yang
memimpikan negara dan bangsanya untuk menjadi lebih baik. Proses
penulisan Mein Kampf itu sendiri dilakukan Adolf Hitler dengan cara
mendiktekan endapan pemikiran dan perasaannya kepada Rudolf Hess pada
sebuah mesin ketik di dalam benteng penjara Lansberg Am Lech pada tahun
1925, dan Hitler mendedikasikan Mein Kampf ini untuk 16 prajurit Nazi
yang gugur dalam kudeta Beer Hall Putsch.
Ada
hal yang patut kita kagumi ihwal daya ingat dan ketelitiannya saat
Hitler menuangkan gagasan-gagasan politik, kritik seni, intisari
Marxisme maupun filsafat anti-Semitisme, atau ketika ia merumuskan teori
dan praktek politik bagi proyek partai Nazi dan masa depan bangsa
Jerman yang sangat ia sanjung itu. Bahkan, ketika pikirannya harus
ditarik ke belakang dimana ia menuturkan mosaik-mosaik masa lalunya:
tentang keluarga, cita-cita di masa kecil, cerita semasa sekolah di Realschule,
kegetiran hidup di Wina, pengalaman ketika memasuki resimen ketentaraan
di Bayern, hingga hal-hal yang sudah menjadi ikon Adolf Hitler, yaitu
kebencian rasialnya terhadap kaum Yahudi. Kita memahami bahwa meskipun
dengan keterbatasan referensi, buku-buku atau akses informasi selama di
dalam penjara, Hitler adalah seorang ideolog tunggal partai Nazi, yang
secara otomatis ia sudah mengetahui apa yang harus dituliskan -tentang
pikiran, gagasan, praktek, cita-cita, slogan, propaganda, teori dan
filsafat- sudah tersimpan rapi dan terekam dengan baik di kepalanya.
Jejak tafsir tentang kedirian seorang manusia yang tak tertebak
Menelusuri
jejak, ide-ide, pikiran dan tindakan Adolf Hitler yang tertulis di buku
Mein Kampf seperti sedang memasuki jagat raya identitas yang begitu
rumit dan kompleks dari seorang pemimpin sebuah bangsa yang rasanya
sangat sulit didapatkan tandingannya dengan para pemimpin negara-negara modern lain.
Padahal, bila dilihat dari kaca mata akademis dan intelektualisme
Hitler saja nyaris tidak ada yang bisa dikagumi dan banggakan. Tetapi
bila menelusuri melodrama kisah kehidupannya, ia ternyata begitu banyak
menyimpan ironi sekaligus klise: seorang siswa miskin yang terpaksa
putus sekolah, seorang tentara berpangkat rendah, seorang pelukis
jalanan yang tidak sukses, dan ambisi pribadinya untuk menjadi seniman
ternama dan arsitek yang berhasil hanyalah bentuk pelarian dan penolakan
kerasnya semata agar tidak menjadi pegawai negeri seperti yang
diidam-idamkan ayahnya, Alois Schicklgruber Hiedler.
Buku
Mein Kampf ini di awali dengan sebuah kisah-kisah romantis yang lumrah
terjadi pada seorang remaja transisi ketika sedang berada dalam proses
pencarian jati diri, ketika selalu dihadapkan pada polemik atas
pilihan-pilihan orang tua yang menuntut anaknya untuk memilih sebuah
pilihan ideal demi hidup di masa depan. Dari awal hingga akhir, Mein
Kampf senantiasa banyak menyimpan bahan perenungan untuk bisa diinsafi
dan ditelusuri lebih dalam ihwal perjalanan karir sang Führer
yang dilahirkan di Austria, pinggir sungai Inn, Brunau di perbatasan
Jerman pada tahun 1889. Di masa kanak-kanak hingga remajanya, Hitler
sering bersitegang dengan ayahnya, Alois, dimana ia menginginkan agar
Hitler menjadi seorang pegawai negeri, sementara Hitler sendiri lebih
memilih bercita-cita menjadi seniman. Di hari-hari yang selalu penuh
perdebatan itu sosok ibu, Klara, selalu menengahi setiap konflik dengan
sikap yang penuh kelembutan dan cinta. Sampai-sampai sang ibu rela
menyerahkan seluruh uang pensiun suaminya untuk biaya Hitler agar bisa
masuk Akademi Seni di Wina. Di kota inilah akhirnya realitas kehidupan
yang pahit dan sulit dialami oleh Hitler berlangsung: hidup di rantau
seorang diri, ditolak oleh Akademi Seni, tak punya pekerjaan dan mencoba
bertahan hidup sebagai pelukis jalanan, ditambah dengan kondisi
keuangannya yang semakin menipis membuat hidupnya semakin
terlunta-lunta, tak menentu dan menyedihkan. Ya, sebuah realitas
kehidupan nyata yang sangat rentan terhadap perubahan psikologis terjadi
dalam dirinya.
Memang
adalah sebuah kenyataan ketika mengetahui sosok Adolf Hitler adalah
figur manusia yang diliputi oleh impuls-impuls kekerasan, agresif,
penghancur, brutal dan necrofilia.
Boleh di kata memang Hitler adalah figur seorang manusia yang jahat,
tak berperasaan, berdarah dingin, kejam, tak memiliki kepedulian dan
sensitifitas kemanusiaan sama sekali terhadap nilai dan norma kehidupan,
khususnya pasca pembantaian 5 juta kaum Yahudi dan 6 juta kaum ‘Christian subhumans’.
Asumsi-asumsi tadi memang ada benarnya, namun ketika selesai membaca
Mein Kampf, ternyata semua asumsi-asumsi yang kita tuduhkan itu akan
sedikit mangkir, sebab ternyata kita pun akan mendapati sisi-sisi ‘human interest’
Hitler yang tidak melulu berisi kekejaman atau cerita-cerita
pembantaian massal yang mendirikan bulu roma. Betapa tidak, meski dalam
kadar kepentingannya propaganda politisnya, Hitler ternyata masih
memiliki kepedulian akan pentingnya menjaga kesehatan dan kekuatan
tubuh, yaitu dengan menyarankan agar dibiasakan berolahraga sejak
anak-anak. Ia pun mengkampanyekan bahaya penyebaran penyakit sipilis,
dan menganjurkan agar pemuda-pemudi yang sudah cukup usia agar segera
menikah demi menghindari penularan penyakit seksual. Betapa ia begitu
tersentuh terhadap berbagai kondisi ketimpangan sosial: bahaya
pengangguran, kelaparan, perceraian rumah tangga, penyakit dan cacat
tubuh, efek media yang tak mendidik terhadap anak-anak, praktek jahat
korupsi dan kapitalisme. Bahkan ia pun tidak menyembunyikan perasaan iba
dan naluri halusnya sebagai seorang manusia ketika setiap malam ia
selalu memberikan remah-remah roti kepada tikus-tikus yang kelaparan
berkeliaran di dalam barak, sewaktu Hitler menjadi prajurit di Flanders.
Inilah
sebenarnya realitas kontradiktif dan oposisi biner di dalam karakter
psikologis dan perangai Adolf Hitler yang tak tertebak itu: jahat/baik,
penghancur/sensitif, bodoh/jenius, keras/lembut, bersemangat/pemalas,
cinta tanah air/meluluhlantakkan kebudayaan bangsa sendiri, amoral/penuh
kepekaan, creator/destroyer,
membela agama Tuhan/melakukan pembantaian atas nama Tuhan, cinta
damai/mengobarkan api peperangan, dan seterusnya. Kondisi-kondisi sosial
kehidupan keluarga Hitler yang tidak harmonis, tidak bahagia dan selalu
berhadapan dengan sifat keras ayahnya yang otoriter itulah yang
menyebabkan Hitler menjadi seseorang yang sangat frustrasi, agresif,
tidak berprestasi, liar, pemalas dan kasar.
Disisi
yang lain, ada hal-hal tertentu yang tidak boleh dipandang sebelah mata
perihal potensi kejeniusan Adolf Hitler saat berpidato dengan tanpa
teks, berorasi atau memberi motivasi kepada tentara dan simpatisan
partai Nazi yang terpana dan takjub. Sepertinya mustahil dilakukan oleh
seorang intelektual sekalipun, dimana kebanyakan mereka lebih suka
menenggelamkan diri di lautan buku dan aksara; atau para politisi yang
hanya sibuk dalam eksistensi, citra diri dan euphoria kekuasaan semata;
atau para akademisi yang memilih berkutat dalam teori-teori. Inilah
nilai plus dari diri seorang Adolf Hitler. Dengan gaya berpidato yang
ekspresif, lantang, tegas dan lugas ketika menyampaikan pikiran dan
tujuan politisnya dihadapan massa rapat akbar dan para pengikutnya
ketika mendengarkan pidato-pidatonya, Hitler seolah sedang menyihir dan
menghipnotis lautan manusia yang bersorak sorai menjadi robot-robot yang
patuh. Ini pula credit point
yang mampu membedakan Hitler dibanding dengan negarawan-negarawan lain
yang hanya berangan-angan tentang kepatuhan dan kebajikan warga negara
semata (Civic virtue).
Tapi sebaliknya, Hitler mampu membuatnya menjadi realitas, yaitu dengan
mengkonsolidasikan seluruh kemampuannya membuka ruang pikiran dan
perasaan bawah sadar manusia.
Mimpi-mimpi fantastis seorang politikus megalomania abad 20
Memang kita tidak bisa memungkiri catatan hitam sejarah bahwa Hitler
telah melakukan impuls-impuls jahat, kekerasan, totaliter, dan
destruktif terhadap kaum Yahudi atas nama peradaban Jermanisme, semangat
cinta tanah air dan bangsa. Di dalam neutron pikirannya yang terpencil,
Hitler menganggap bahwa seluruh kaum Yahudi adalah penjahat yang kejam,
penyebar penyakit, pembohong besar, penjilat ulung, parasit yang
mematikan dan prasangka-prasangka negatif lainnya. Pendek kata, kaum
Yahudi adalah kaum dengan kualitas ras manusia rendah yang harus
dilenyapkan dari muka bumi. Sesuai dengan filsafat Nazi yang tidak hanya
memimpikan sebuah negara Jerman, tetapi seluruh benua Eropa yang akan
menjadi Judenrein – bebas dari kaum Yahudi.
Disinilah letak absurd-nya pikiran Hitler, dengan partai Nazi sebagai mesin hasrat (Desire machine)
bagi sukses ambisi-ambisi skizofrenik-nya. Betapa ia telah begitu
khilaf, melupakan dan menyia-nyiakan kontribusi yang sangat tak ternilai
harganya yang telah diberikan banyak figur dan tokoh-tokoh yang
mengharumkan nama Jerman, tanah air tercinta yang diklaim tempat
kelahiran Adolf Hitler itu. Entah kebetulan atau tidak, sejarah mencatat
bahwa kebanyakan dari kontributor-kontributor itu memiliki darah
Yahudi, dimana sepanjang sejarahnya orang-orang Yahudi ‘pilihan’ Jerman
ikut membantu dan meluaskan pandangan dunia yang banyak melahirkan
intelektual-intelektual garda depan, ilmuwan-ilmuwan nomor wahid,
filsuf-filsuf jempolan, bahkan seniman-seniman dan sastrawan-sastrawan
yang banyak yang di anugerahi hadiah Nobel.
Situasi politik, kultural, sosial dan ekonomi Jerman di era Hitler
adalah situasi dan realitas yang tak jelas rupa bentuknya. Hannah Arendt
di dalam The Origin of Totalitarianism, menyebut adanya déclassé atau golongan masyarakat ‘tak berkelas’ (declassed).
Di sebut demikian karena golongan ini telah kehilangan status kelas dan
jaminan hidupnya yang terdahulu. Di kalangan kelompok para declassed yang
gelisah inilah ditemukan sebagian besar penganut-penganut
anti-Semitisme modern yang potensial, dan dari golongan inilah Hitler
merekrut sebagian besar pengikutnya yang sangat pemarah dan bernafsu.
Tatkala kekuatan-kekuatan agamawi dan lembaga moral yang menggenggam
masyarakat sedang melemah, maka kekuatan-kekuatan psikologis yang turut
mengendalikan bawah sadar manusia pun juga turut melemah. Terjadilah
kerawanan sosial yang menghantarkan ketidakamanan, yaitu kerawanan
psikologis yang ikut menghantarkan kegelisahan. Kelompok sosial yang
sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan ekonomi yang terjadi,
kelompok tersebut kemudian menjadi sangat asing terhadap nilai-nilai dan
simbol-simbol statusnya yang terdahulu. Karena mereka merupakan
kelompok yang sangat merasa tidak aman di dalam masyarakat modern, maka
mereka juga yang paling merasa gelisah. Dalam rangka meredakan dan
mengurangi perasaan-perasaan yang menakutkan, ketidakamanan dan
kegelisahan, para declassed
tersebut mencari pemimpin-pemimpin yang sanggup merestorasi prestise
dan jaminan mereka yang telah hilang. Rakyat Jerman telah mencoba
mencari jalan untuk kembali kekehidupan normal dan mendapatkan previlese,
tapi untuk menemukannya jalan tersebut ternyata telah ditutup oleh
berbagai prasangka dan salah pengertian yang membabi buta. Rakyat Jerman
pun akhirnya jatuh pada suatu titik dimana keamanan dan keselamatan
ternyata sesuatu yang lebih penting dan berarti dari sebuah kebebasan
politik yang juga sama berartinya dengan hiruk pikuk dan pertumpahan
darah. Kondisi ini pula telah memudahkan berdirinya suatu kepemimpinan
fasis.
Hitler sadar akan potensi ini dan ia menggunakannya demi kepentingannya. Prosesnya ketika golongan declassed itu banyak
mendengarkan kampanye para politikus-politikus anti-Yahudi. Mereka yang
merasakan pentingnya anti-Semitisme juga merasa gelisah perihal
anti-Semitisme itu sendiri. Mereka bermimpi ingin memiliki
pemimpin-pemimpin yang dapat menenangkan kekhawatiran dan gejolak
perasaan prasangka rasial ini lebih ‘halus’.
Harapan dan doa mereka terkabul, ketika golongan declassed
diberi sebuah ‘agama ras’ yang pas oleh tiga orang teoritikus akhir
abad XIX. Para anti-Semitisme kemudian diberi ‘kitab’ ilmiah oleh tiga
buku yang memiliki daya transformasi kegelisahan yang meledak-ledak
menjadi kebencian-kebencian yang lebih ‘halus’. Ketiga teoritikus rasis
ini adalah Count Arthur de Gobineau dengan bukunya The Quality of Human Races, Friedrich Nietzsche dengan bukunya Beyond Good and Evil dan Houston Stewart Chamberlain dengan bukunya Foundations of the Ninteenth Century.
Ketiga tokoh dan karya-karyanya itulah akhirnya menjadi bibel dan
nabi-nabi sekuler kaum Nazi, yang turut ditingkahi suatu realitas gila
yang mengerikan dan absurd oleh 15 juta serdadu Jerman.
Hymne anti Yahudi kaum Nationalsozialistische Deutsch Arbeiter Partei
Dalam ruang atmosfer kegelisahan para declassed karena buruknya situasi kekalahan Perang Dunia I, hadirlah seorang Jendral purnawirawan Erich von Ludendorff dan seorang prajurit berpangkat rendah mantan pelukis jalanan yang tak berhasil, Adolf Hitler, yang diikuti oleh 16 perwira tentara lainnya melakukan sebuah pagelaran dengan apa yang dikenal sebagai Munich Beer Hall Putsch. Sebuah kudeta militer di tahun 1923 yang berakhir dengan kegagalan. Ludendorff dibebaskan, sementara Hitler di ganjar hukuman lima tahun penjara, namun beruntung ia hanya menjalaninya kurang dari setahun. 6 tahun kemudian, pada tahun 1929, Adolf Hitler bersama Herman Goering, Rudolf Hess, Ernst Rohm, Ludendorff dan Himmler mendirikan Nationalsozialistische Deutch Arbeiter Partei (NSDAP) atau yang lebih dikenal dengan akronim Nazi, adalah satu-satunya partai legal di Jerman.
Selama
lima tahun pertama rezim Nazi berselang, sedikitnya ada terdapat lima
pentas yang digelar oleh Nazi -atas perintah Adolf Hitler tentu saja-
dimana tiap-tiap pentas terdapat satu momentum kekerasan yang khusus
ditujukan kepada kaum Yahudi. Pentas pertama,
bermula ketika Nazi naik ke tampuk kekuasaan tahun 1933 dengan
melakukan perampasan dan penjarahan toko-toko milik Yahudi,
pemukulan-pemukulan dan pemboikotan-pemboikotan terhadap bisnis Yahudi.
Pentas kedua, pada tahun 1935 diberlakukannya undang-undang anti Yahudi atau Nuremberg Laws yang berisi pencabutan hak-hak suara bagi semua orang yang dianggap memiliki ‘darah Yahudi’. Pentas ketiga,
bermula pada tahun 1939 dengan melakukan serangkaian
penangkapan-penangkapan massal terhadap 20.000 orang Yahudi termasuk
anak-anak dan wanita, serta dilakukannya berbagai penganiayaan fisik
yang pertama di kamp-kamp konsentrasi. Pentas keempat, pada tahun 1940 kaum Nazi mendeportasi semua orang Yahudi Jerman dan Austria ke dalam ghetto-ghetto
yang dikreasikan secara khusus di Polandia, dimana mereka dibiarkan
mati karena penyakit dan kelaparan. Pada periode inilah Viktor Frankl
menghabiskan waktunya di dalam kamp konsentrasi, dan seorang gadis kecil
yang manis keturunan Yahudi, Anne Frank tewas menemui ajalnya. Dan
pentas kelima atau
‘solusi akhir’, yaitu pada tahun 1941 adalah perubahan status kamp-kamp
konsentrasi yang bukan hanya sekedar tempat penawanan, akan tetapi
menjadi tempat pemusnahan dan pembantaian massal. Solusi akhir ini bukan
hanya membantai kaum Yahudi di Eropa, tetapi melakukan praktek
perbudakan terhadap ‘Christian subhumans’ seperti orang-orang Rusia, Polandia, Rumania, Hungaria dan Yugoslavia. Pembunuhan dan perbudakan atas kaum Yahudi dan ‘Christian subhumans’ itu dilakukan Nazi atas nama dogma-dogma ras Arya, dan atas nama pekerjaan Tuhan oleh satuan-satuan tugas khusus Nazi.
Betapa tidak, Jerman sebagai sebuah negara adiluhung -tempat
inovator-inovator kebudayaan barat yang banyak melahirkan
komponis-komponis musik jenius sekelas Beethoven, Brahms, Wagner,
Chopin, Schubert, Verdi; para gembong ide-ide raksasa sedahsyat Marx,
Hegel, Nietzsche, Schopenhauer, Einstein, Freud, Spencer, Darwin; serta
penulis dan sastrawan brilian sehebat Goethe, Fichte, Schiller, Balzac,
Dante- harus memiliki catatan kelam hanya karena terdapat penyimpangan
dan prasangka-prasangka subjektif yang tak bisa dimengerti secara akal
sehat, naif dan bodoh. Adolf Hitler sebagai seorang kreator holocaust
di Eropa itu sebenarnya pernah begitu mengagumi, mempelajari, menjiwai
dan bahkan di antaranya terinspirasi oleh tokoh-tokoh tersebut.
Adolf
Hitler yang memperoleh pendidikan setengah-setengah itu ternyata turut
membentuk mosaik-mosaik tindakan psikologis dan absurditas pikiran yang
dipengaruhi oleh keahlian bernegara yang amoral dari Nicollo
Machiavelli, nasionalisme mistika dan romantisme Richard Wagner, evolusi
organik Charles Darwin, teori rasialisme yang dilebih-lebihkan dari
Arthur de Gobineau dan Stewart Chamberlain, mitologi dan kompleksitas
Imam Mahdi dari Fichte dan Hegel, arogansi dan kesombongan militeristik
Treitschke dan Bernhardi, serta komplotan keuangan dari kasta para
Junker Prusia.
Inilah realitas sejarah Jerman. Dengan skenario maju mundurnya kejayaan
sebuah bangsa besar dan jatuh bangunnya epos peradaban yang turut
menyertainya, senantiasa menyimpan diakroni kesederhanaan di dalam
kompleksitasnya, sekaligus memberikan enigma kompleksitas di dalam
kesederhanaannnya. Tak ayal lagi, Jerman merupakan sebuah negeri yang
menyimpan melodrama peradaban dan budaya yang begitu dramatis, indah,
megah, elok sekaligus romantik itu adalah sebuah bangsa yang
memanggungkan banyak pentas-pentas kejadian, sekaligus sebuah bangsa
historis yang tak terhitung memerankan banyak adegan-adegan peristiwa.
Sekali lagi, Jerman adalah sebuah negara yang didirikan di atas
tonggak-tonggak dan puing-puing kehebohan universal dalam percaturan
sejarah dunia.
***
*Judul Buku : Mein Kampf Zwei Bände in einem Band Ungekurtze Ausgabe
Erster Bands : Eine Abrechnung
Zwiter Band : Die Nationalsozialistische Bewegung
Penulis : Adolf Hitler
Penerbit : Verlag Franz Eber Nachfolger - München 1933
Tebal : 781 Halaman
Kutipan Dalam Film Soe Hok Gie
- Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
- Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
- Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
- Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
- Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
- Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
- Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
- Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
- Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
- Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
- Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
- Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
- Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
- To be a human is to be destroyed.
- Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
- Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
- I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
- Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
- Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
- Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
- Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
Langganan:
Komentar (Atom)



Kala yang biasanya mudah dan tanpa upaya, kini jadi beban,
Kala mata terkasihnya nan setia tak menerawang kehidupan seperti dahulu,
Kala kakinya mulai lelah dan enggan menyokong tubuhnya lagi.
Kala itu berikanlah lenganmu untuk menyokongnya,
Temanilah ia dengan kegembiraan dan sukacita,
Waktu itu akan tiba, ketika engkau terisak menemaninya dalam perjalanan terakhirnya.
Dan jika ia bertanya padamu, selalulah menjawabnya,
Dan jika ia bertanya lagi, jawablah pula,
Dan jika ia bertanya lain kali, bicaralah padanya tidak dengan menggelegar,
Namun dengan damai lembut,
Dan jika ia tak mampu mengertimu dengan baik,
Jelaskanlah semuanya dengan sukacita,
Waktu akan tiba ,
waktu nan geti ,
Tatkala mulutnya tak akan bertanya lagi.
1923, Adolf Hitler
Taken From:
Ajahn Brahm
Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2