Jumat, 07 Juni 2013

God knows all of this more.

Kebenaran cuman hanya ada di langit, dan dunia ini hanyalah palsu.
Sebuah hal yang selama ini di jalani, sepertinya baru saja usai.
Dan semua kenangan - kenangan manis selalu saja terlintas.
Tapi aku harus sadar bahwa semuanya itu harus berlalu.
Ada perasaan sayang akan kenangan-kenangan itu.
Aku seolah olah takut menghadap kedepan dan berhadapan dengan hal yang baru, karena akan sama berakhir seperti itu.
dan masa lampau itu masih terasa seperti nikmat yang menyiksa.
Tapi kita harus mempunyai kesadaran yang lebih.

Bahwa.
Let to Dead be Dead. Dead!!!!
This is just a part of memory.
God knows all of this more.

Aku tak tahu mengapa aku merasa agak melankolis malam ini.
aku melihat lampu-lampu kerucut dan lampu lalu lintas dengan warna-warna baru seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam atau kombinasi wajah kemanusiaan semuanya terasa mesra tapi kosong seolah-olah aku merasa diriku yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali dijalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat meguasai diriku.


Kamis, 06 Juni 2013

'UFO' Mengganggu pencarian 'Partikel Tuhan'



Meski para ilmuwan mengaku mendekati Penemuan partikel Tuhan, hingga kini, partikel itu tak kunjung ditemukan. UFO disebut-sebut sebagai penghalang terbesar penemuan ini.

Para Fisikawan yang bekerja di Large Hadron Collider (LHC), akselerator partikel di CERN Laboratorium di Swiss, berupaya menabrakkan partikel yang cukup keras secara bersama-sama untuk menciptakan potongan-potongan yang tak pernah dilihat sebelumnya.

Hasil tabrakan tersebut disebut-sebut sebagai pemecah misteri terbesar alam. Namun, Unidentified Falling Object (UFO) terus menghalangi upaya para fisikawan tersebut hingga tak kunjung menemukan partikel Tuhan tersebut.


LHC sendiri merupakan terowongan melingkar sepanjang 27 km yang dilapisi magnet kuat yang berkemampuan mempercepat proton (partikel-partikel dalam inti atom) hingga 99,9999991% kecepatan cahaya.

Sinar dari proton super-cepat dipercepat searah jarum jam mengelilingi lingkaran LHC ini dan bertabrakan dengan sinar yang berjalan berlawanan arah jarum jam akan menghasilkan ledakan subatomik luar biasa.

Saat para ilmuwan ini membuat sinar proton yang ada pada kekuatan penuh, mereka berharap bisa menemukan Higgs boson atau juga dikenal sebagai ‘partikel Tuhan’ yang diyakini memberi sesuatu massa di antara puing-puing tabrakan.

Parafisikawan ini juga mencari materi gelap, substansi tak terlihat yang menembus pinggiran galaksi. Namun menurut ilmuwan, sejak tahun lalu, ada sesuatu yang menghalangi jalan sinar proton dan meredam kekuatan tabrakan mereka.

‘UFO’ ini bukan berasal dari luar angkasa, mereka mungkin partikel debu mikroskopis yang tak diketahui asal muasalnya dan materi ini tetap menjadi misteri. Sementara keberadaan partikel ini masih misterius, ‘partikel Tuhan’ akan tetap tersimpan.

“UFO merupakan salah satu keterbatasan utama yang dikenal untuk kinerja LHC,” tulis fisikawan LHC Tobias Baer dan rekannya dalam sebuah makalah untuk konferensi IPAC2011 baru-baru ini di San Sebastin, Spanyol.

Para peneliti menghabiskan beberapa bulan terakhir mencoba mengkarakterisasi UFO ini dan merancang strategi menyingkirkannya. Lebih dari 10 ribu kemungkinan kejadian UFO, saat sinar proton dianggap berasal dari UFO dan memblokir proton, diamati antara April-Agustus. Beberapa kejadian sangat signifikan hingga memicu ‘timbunan sinar,’ di mana sinar secara otomatis mati.

Banyak dari kejadian ini terjadi di busur listrik yang menghasilkan berkas sinar proton, kata para peneliti. Karena kejadian ini menjadi lebih sering terjadi akibat intensitas sinar proton meningkat, kejadian ini ‘diharapkan menjadi sangat penting untuk operasi LHC pada tingkat energi yang lebih tinggi’.

Bahkan, kejadian UFO yang lebih banyak dan menghasilkan penimbunan sinar akan mencapai titip di mana sinar hanyalah obyek masa lalu yang disebut magnet penendang injektor (MKIS).

Hal ini menunjukkan, magnet merupakan sumber utama benda misteri. Dampak besar UFO ini menyiratkan, UFO dipercepat ke arah sinar proton oleh magnet yang hanya bisa terjadi jika partikel UFO dibebankan. “Banyak studi tambahan sedang berlangsung untuk mendapat pengetahuan lebih mendalam mengenai mekanisme perilaku, dampak dan produksi UFO,” tutup Baer

Adolf Hitler dan *Mein Kampf

Mein Kampf (Perjuanganku), sebuah buku tebal yang berjudul asli Mein Kampf zwei Bande in Einem Band Ungekurzte Ausgabe adalah sebuah dokumen sejarah yang sangat penting dan kontroversial, lengkap dengan rincian-rincian yang dipaparkan tentang sebuah mimpi fantastis dari seorang politikus abad 20, dirasa begitu perlu untuk dikaji ulang kembali sebagai sebuah tradisi intelektualisme dan human interest yang senantiasa menuntut adanya kebaruan dan pembelajaran ulang atas tafsir sejarah. Mein Kampf adalah sebuah dokumen indoktrinasi tentang cita-cita berdiri tegaknya sebuah bangsa Ubermensch, bibel sekuler kaum Nazi Jerman yang kehadirannya dirasakan begitu banyak menuai polemik dan debat kusir tak berkesudahan dalam perdebatan tentang kompleksitas sebuah negara modern di abad 20. Robert Downs menulis bahwa Mein Kampf adalah salah satu dari sepuluh buku yang merubah dunia setelah Das Kapital, Il Principe, Origin of Species, Principa Mathematica, Common Sense, Wealth of Nations, Essay on the Principle of Population, Die Traumdeutung, dan Relativity.
Memang benar ketika membaca Mein Kampf, seperti yang ditulis Otto Tolischus, adalah membaca 10 persen autobiografi, 90 persen dogma, dan 100 persen propaganda yang mengagetkan. Membaca buku ini memang tidaklah mudah, sebab ternyata ia memerlukan kedewasaan dan nalar yang cukup kritis, dan mesti ditambah pula dengan bekal antusiasme tinggi terhadap sejarah secara global. Mein Kampf tidak perlu lagi dianggap atau dipandang sebagai momok yang menakutkan, apalagi ditengah kondisi dunia yang relatif demokratis ini jauh berbeda ketika Mein Kampf ditulis, akan tetapi buku ini dipandang sebagai sebuah salah satu referensi subjektifitas diri semata dari seorang politikus dan pemimpin yang memimpikan negara dan bangsanya untuk menjadi lebih baik. Proses penulisan Mein Kampf itu sendiri dilakukan Adolf Hitler dengan cara mendiktekan endapan pemikiran dan perasaannya kepada Rudolf Hess pada sebuah mesin ketik di dalam benteng penjara Lansberg Am Lech pada tahun 1925, dan Hitler mendedikasikan Mein Kampf ini untuk 16 prajurit Nazi yang gugur dalam kudeta Beer Hall Putsch.
Ada hal yang patut kita kagumi ihwal daya ingat dan ketelitiannya saat Hitler menuangkan gagasan-gagasan politik, kritik seni, intisari Marxisme maupun filsafat anti-Semitisme, atau ketika ia merumuskan teori dan praktek politik bagi proyek partai Nazi dan masa depan bangsa Jerman yang sangat ia sanjung itu. Bahkan, ketika pikirannya harus ditarik ke belakang dimana ia menuturkan mosaik-mosaik masa lalunya: tentang keluarga, cita-cita di masa kecil, cerita semasa sekolah di Realschule, kegetiran hidup di Wina, pengalaman ketika memasuki resimen ketentaraan di Bayern, hingga hal-hal yang sudah menjadi ikon Adolf Hitler, yaitu kebencian rasialnya terhadap kaum Yahudi. Kita memahami bahwa meskipun dengan keterbatasan referensi, buku-buku atau akses informasi selama di dalam penjara, Hitler adalah seorang ideolog tunggal partai Nazi, yang secara otomatis ia sudah mengetahui apa yang harus dituliskan -tentang pikiran, gagasan, praktek, cita-cita, slogan, propaganda, teori dan filsafat- sudah tersimpan rapi dan terekam dengan baik di kepalanya.
Jejak tafsir tentang kedirian seorang manusia yang tak tertebak
Menelusuri jejak, ide-ide, pikiran dan tindakan Adolf Hitler yang tertulis di buku Mein Kampf seperti sedang memasuki jagat raya identitas yang begitu rumit dan kompleks dari seorang pemimpin sebuah bangsa yang rasanya sangat sulit didapatkan tandingannya dengan para pemimpin negara-negara modern lain. Padahal, bila dilihat dari kaca mata akademis dan intelektualisme Hitler saja nyaris tidak ada yang bisa dikagumi dan banggakan. Tetapi bila menelusuri melodrama kisah kehidupannya, ia ternyata begitu banyak menyimpan ironi sekaligus klise: seorang siswa miskin yang terpaksa putus sekolah, seorang tentara berpangkat rendah, seorang pelukis jalanan yang tidak sukses, dan ambisi pribadinya untuk menjadi seniman ternama dan arsitek yang berhasil hanyalah bentuk pelarian dan penolakan kerasnya semata agar tidak menjadi pegawai negeri seperti yang diidam-idamkan ayahnya, Alois Schicklgruber Hiedler.
Buku Mein Kampf ini di awali dengan sebuah kisah-kisah romantis yang lumrah terjadi pada seorang remaja transisi ketika sedang berada dalam proses pencarian jati diri, ketika selalu dihadapkan pada polemik atas pilihan-pilihan orang tua yang menuntut anaknya untuk memilih sebuah pilihan ideal demi hidup di masa depan. Dari awal hingga akhir, Mein Kampf senantiasa banyak menyimpan bahan perenungan untuk bisa diinsafi dan ditelusuri lebih dalam ihwal perjalanan karir sang Führer yang dilahirkan di Austria, pinggir sungai Inn, Brunau di perbatasan Jerman pada tahun 1889. Di masa kanak-kanak hingga remajanya, Hitler sering bersitegang dengan ayahnya, Alois, dimana ia menginginkan agar Hitler menjadi seorang pegawai negeri, sementara Hitler sendiri lebih memilih bercita-cita menjadi seniman. Di hari-hari yang selalu penuh perdebatan itu sosok ibu, Klara, selalu menengahi setiap konflik dengan sikap yang penuh kelembutan dan cinta. Sampai-sampai sang ibu rela menyerahkan seluruh uang pensiun suaminya untuk biaya Hitler agar bisa masuk Akademi Seni di Wina. Di kota inilah akhirnya realitas kehidupan yang pahit dan sulit dialami oleh Hitler berlangsung: hidup di rantau seorang diri, ditolak oleh Akademi Seni, tak punya pekerjaan dan mencoba bertahan hidup sebagai pelukis jalanan, ditambah dengan kondisi keuangannya yang semakin menipis membuat hidupnya semakin terlunta-lunta, tak menentu dan menyedihkan. Ya, sebuah realitas kehidupan nyata yang sangat rentan terhadap perubahan psikologis terjadi dalam dirinya.
Memang adalah sebuah kenyataan ketika mengetahui sosok Adolf Hitler adalah figur manusia yang diliputi oleh impuls-impuls kekerasan, agresif, penghancur, brutal dan necrofilia. Boleh di kata memang Hitler adalah figur seorang manusia yang jahat, tak berperasaan, berdarah dingin, kejam, tak memiliki kepedulian dan sensitifitas kemanusiaan sama sekali terhadap nilai dan norma kehidupan, khususnya pasca pembantaian 5 juta kaum Yahudi dan 6 juta kaum ‘Christian subhumans’. Asumsi-asumsi tadi memang ada benarnya, namun ketika selesai membaca Mein Kampf, ternyata semua asumsi-asumsi yang kita tuduhkan itu akan sedikit mangkir, sebab ternyata kita pun akan mendapati sisi-sisi ‘human interest’ Hitler yang tidak melulu berisi kekejaman atau cerita-cerita pembantaian massal yang mendirikan bulu roma. Betapa tidak, meski dalam kadar kepentingannya propaganda politisnya, Hitler ternyata masih memiliki kepedulian akan pentingnya menjaga kesehatan dan kekuatan tubuh, yaitu dengan menyarankan agar dibiasakan berolahraga sejak anak-anak. Ia pun mengkampanyekan bahaya penyebaran penyakit sipilis, dan menganjurkan agar pemuda-pemudi yang sudah cukup usia agar segera menikah demi menghindari penularan penyakit seksual. Betapa ia begitu tersentuh terhadap berbagai kondisi ketimpangan sosial: bahaya pengangguran, kelaparan, perceraian rumah tangga, penyakit dan cacat tubuh, efek media yang tak mendidik terhadap anak-anak, praktek jahat korupsi dan kapitalisme. Bahkan ia pun tidak menyembunyikan perasaan iba dan naluri halusnya sebagai seorang manusia ketika setiap malam ia selalu memberikan remah-remah roti kepada tikus-tikus yang kelaparan berkeliaran di dalam barak, sewaktu Hitler menjadi prajurit di Flanders.
Inilah sebenarnya realitas kontradiktif dan oposisi biner di dalam karakter psikologis dan perangai Adolf Hitler yang tak tertebak itu: jahat/baik, penghancur/sensitif, bodoh/jenius, keras/lembut, bersemangat/pemalas, cinta tanah air/meluluhlantakkan kebudayaan bangsa sendiri, amoral/penuh kepekaan, creator/destroyer, membela agama Tuhan/melakukan pembantaian atas nama Tuhan, cinta damai/mengobarkan api peperangan, dan seterusnya. Kondisi-kondisi sosial kehidupan keluarga Hitler yang tidak harmonis, tidak bahagia dan selalu berhadapan dengan sifat keras ayahnya yang otoriter itulah yang menyebabkan Hitler menjadi seseorang yang sangat frustrasi, agresif, tidak berprestasi, liar, pemalas dan kasar.
Disisi yang lain, ada hal-hal tertentu yang tidak boleh dipandang sebelah mata perihal potensi kejeniusan Adolf Hitler saat berpidato dengan tanpa teks, berorasi atau memberi motivasi kepada tentara dan simpatisan partai Nazi yang terpana dan takjub. Sepertinya mustahil dilakukan oleh seorang intelektual sekalipun, dimana kebanyakan mereka lebih suka menenggelamkan diri di lautan buku dan aksara; atau para politisi yang hanya sibuk dalam eksistensi, citra diri dan euphoria kekuasaan semata; atau para akademisi yang memilih berkutat dalam teori-teori. Inilah nilai plus dari diri seorang Adolf Hitler. Dengan gaya berpidato yang ekspresif, lantang, tegas dan lugas ketika menyampaikan pikiran dan tujuan politisnya dihadapan massa rapat akbar dan para pengikutnya ketika mendengarkan pidato-pidatonya, Hitler seolah sedang menyihir dan menghipnotis lautan manusia yang bersorak sorai menjadi robot-robot yang patuh. Ini pula credit point yang mampu membedakan Hitler dibanding dengan negarawan-negarawan lain yang hanya berangan-angan tentang kepatuhan dan kebajikan warga negara semata (Civic virtue). Tapi sebaliknya, Hitler mampu membuatnya menjadi realitas, yaitu dengan mengkonsolidasikan seluruh kemampuannya membuka ruang pikiran dan perasaan bawah sadar manusia.
Mimpi-mimpi fantastis seorang politikus megalomania abad 20
Memang kita tidak bisa memungkiri catatan hitam sejarah bahwa Hitler telah melakukan impuls-impuls jahat, kekerasan, totaliter, dan destruktif terhadap kaum Yahudi atas nama peradaban Jermanisme, semangat cinta tanah air dan bangsa. Di dalam neutron pikirannya yang terpencil, Hitler menganggap bahwa seluruh kaum Yahudi adalah penjahat yang kejam, penyebar penyakit, pembohong besar, penjilat ulung, parasit yang mematikan dan prasangka-prasangka negatif lainnya. Pendek kata, kaum Yahudi adalah kaum dengan kualitas ras manusia rendah yang harus dilenyapkan dari muka bumi. Sesuai dengan filsafat Nazi yang tidak hanya memimpikan sebuah negara Jerman, tetapi seluruh benua Eropa yang akan menjadi Judenrein – bebas dari kaum Yahudi.
Disinilah letak absurd-nya pikiran Hitler, dengan partai Nazi sebagai mesin hasrat (Desire machine) bagi sukses ambisi-ambisi skizofrenik-nya. Betapa ia telah begitu khilaf, melupakan dan menyia-nyiakan kontribusi yang sangat tak ternilai harganya yang telah diberikan banyak figur dan tokoh-tokoh yang mengharumkan nama Jerman, tanah air tercinta yang diklaim tempat kelahiran Adolf Hitler itu. Entah kebetulan atau tidak, sejarah mencatat bahwa kebanyakan dari kontributor-kontributor itu memiliki darah Yahudi, dimana sepanjang sejarahnya orang-orang Yahudi ‘pilihan’ Jerman ikut membantu dan meluaskan pandangan dunia yang banyak melahirkan intelektual-intelektual garda depan, ilmuwan-ilmuwan nomor wahid, filsuf-filsuf jempolan, bahkan seniman-seniman dan sastrawan-sastrawan yang banyak yang di anugerahi hadiah Nobel.
Situasi politik, kultural, sosial dan ekonomi Jerman di era Hitler adalah situasi dan realitas yang tak jelas rupa bentuknya. Hannah Arendt di dalam The Origin of Totalitarianism, menyebut adanya déclassé atau golongan masyarakat ‘tak berkelas’ (declassed). Di sebut demikian karena golongan ini telah kehilangan status kelas dan jaminan hidupnya yang terdahulu. Di kalangan kelompok para declassed yang gelisah inilah ditemukan sebagian besar penganut-penganut anti-Semitisme modern yang potensial, dan dari golongan inilah Hitler merekrut sebagian besar pengikutnya yang sangat pemarah dan bernafsu.
Tatkala kekuatan-kekuatan agamawi dan lembaga moral yang menggenggam masyarakat sedang melemah, maka kekuatan-kekuatan psikologis yang turut mengendalikan bawah sadar manusia pun juga turut melemah. Terjadilah kerawanan sosial yang menghantarkan ketidakamanan, yaitu kerawanan psikologis yang ikut menghantarkan kegelisahan. Kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan ekonomi yang terjadi, kelompok tersebut kemudian menjadi sangat asing terhadap nilai-nilai dan simbol-simbol statusnya yang terdahulu. Karena mereka merupakan kelompok yang sangat merasa tidak aman di dalam masyarakat modern, maka mereka juga yang paling merasa gelisah. Dalam rangka meredakan dan mengurangi perasaan-perasaan yang menakutkan, ketidakamanan dan kegelisahan, para declassed tersebut mencari pemimpin-pemimpin yang sanggup merestorasi prestise dan jaminan mereka yang telah hilang. Rakyat Jerman telah mencoba mencari jalan untuk kembali kekehidupan normal dan mendapatkan previlese, tapi untuk menemukannya jalan tersebut ternyata telah ditutup oleh berbagai prasangka dan salah pengertian yang membabi buta. Rakyat Jerman pun akhirnya jatuh pada suatu titik dimana keamanan dan keselamatan ternyata sesuatu yang lebih penting dan berarti dari sebuah kebebasan politik yang juga sama berartinya dengan hiruk pikuk dan pertumpahan darah. Kondisi ini pula telah memudahkan berdirinya suatu kepemimpinan fasis.
Hitler sadar akan potensi ini dan ia menggunakannya demi kepentingannya. Prosesnya ketika golongan declassed itu banyak mendengarkan kampanye para politikus-politikus anti-Yahudi. Mereka yang merasakan pentingnya anti-Semitisme juga merasa gelisah perihal anti-Semitisme itu sendiri. Mereka bermimpi ingin memiliki pemimpin-pemimpin yang dapat menenangkan kekhawatiran dan gejolak perasaan prasangka rasial ini lebih ‘halus’.
Harapan dan doa mereka terkabul, ketika golongan declassed diberi sebuah ‘agama ras’ yang pas oleh tiga orang teoritikus akhir abad XIX. Para anti-Semitisme kemudian diberi ‘kitab’ ilmiah oleh tiga buku yang memiliki daya transformasi kegelisahan yang meledak-ledak menjadi kebencian-kebencian yang lebih ‘halus’. Ketiga teoritikus rasis ini adalah Count Arthur de Gobineau dengan bukunya The Quality of Human Races, Friedrich Nietzsche dengan bukunya Beyond Good and Evil dan Houston Stewart Chamberlain dengan bukunya Foundations of the Ninteenth Century. Ketiga tokoh dan karya-karyanya itulah akhirnya menjadi bibel dan nabi-nabi sekuler kaum Nazi, yang turut ditingkahi suatu realitas gila yang mengerikan dan absurd oleh 15 juta serdadu Jerman.

Hymne anti Yahudi kaum Nationalsozialistische Deutsch Arbeiter Partei

Dalam ruang atmosfer kegelisahan para declassed karena buruknya situasi kekalahan Perang Dunia I, hadirlah seorang Jendral purnawirawan Erich von Ludendorff dan seorang prajurit berpangkat rendah mantan pelukis jalanan yang tak berhasil, Adolf Hitler, yang diikuti oleh 16 perwira tentara lainnya melakukan sebuah pagelaran dengan apa yang dikenal sebagai Munich Beer Hall Putsch. Sebuah kudeta militer di tahun 1923 yang berakhir dengan kegagalan. Ludendorff dibebaskan, sementara Hitler di ganjar hukuman lima tahun penjara, namun beruntung ia hanya menjalaninya kurang dari setahun. 6 tahun kemudian, pada tahun 1929, Adolf Hitler bersama Herman Goering, Rudolf Hess, Ernst Rohm, Ludendorff dan Himmler mendirikan Nationalsozialistische Deutch Arbeiter Partei (NSDAP) atau yang lebih dikenal dengan akronim Nazi, adalah satu-satunya partai legal di Jerman.
Selama lima tahun pertama rezim Nazi berselang, sedikitnya ada terdapat lima pentas yang digelar oleh Nazi -atas perintah Adolf Hitler tentu saja- dimana tiap-tiap pentas terdapat satu momentum kekerasan yang khusus ditujukan kepada kaum Yahudi. Pentas pertama, bermula ketika Nazi naik ke tampuk kekuasaan tahun 1933 dengan melakukan perampasan dan penjarahan toko-toko milik Yahudi, pemukulan-pemukulan dan pemboikotan-pemboikotan terhadap bisnis Yahudi. Pentas kedua, pada tahun 1935 diberlakukannya undang-undang anti Yahudi atau Nuremberg Laws yang berisi pencabutan hak-hak suara bagi semua orang yang dianggap memiliki ‘darah Yahudi’. Pentas ketiga, bermula pada tahun 1939 dengan melakukan serangkaian penangkapan-penangkapan massal terhadap 20.000 orang Yahudi termasuk anak-anak dan wanita, serta dilakukannya berbagai penganiayaan fisik yang pertama di kamp-kamp konsentrasi. Pentas keempat, pada tahun 1940 kaum Nazi mendeportasi semua orang Yahudi Jerman dan Austria ke dalam ghetto-ghetto yang dikreasikan secara khusus di Polandia, dimana mereka dibiarkan mati karena penyakit dan kelaparan. Pada periode inilah Viktor Frankl menghabiskan waktunya di dalam kamp konsentrasi, dan seorang gadis kecil yang manis keturunan Yahudi, Anne Frank tewas menemui ajalnya. Dan pentas kelima atau ‘solusi akhir’, yaitu pada tahun 1941 adalah perubahan status kamp-kamp konsentrasi yang bukan hanya sekedar tempat penawanan, akan tetapi menjadi tempat pemusnahan dan pembantaian massal. Solusi akhir ini bukan hanya membantai kaum Yahudi di Eropa, tetapi melakukan praktek perbudakan terhadap ‘Christian subhumans’ seperti orang-orang Rusia, Polandia, Rumania, Hungaria dan Yugoslavia. Pembunuhan dan perbudakan atas kaum Yahudi dan ‘Christian subhumans’ itu dilakukan Nazi atas nama dogma-dogma ras Arya, dan atas nama pekerjaan Tuhan oleh satuan-satuan tugas khusus Nazi.
Betapa tidak, Jerman sebagai sebuah negara adiluhung -tempat inovator-inovator kebudayaan barat yang banyak melahirkan komponis-komponis musik jenius sekelas Beethoven, Brahms, Wagner, Chopin, Schubert, Verdi; para gembong ide-ide raksasa sedahsyat Marx, Hegel, Nietzsche, Schopenhauer, Einstein, Freud, Spencer, Darwin; serta penulis dan sastrawan brilian sehebat Goethe, Fichte, Schiller, Balzac, Dante- harus memiliki catatan kelam hanya karena terdapat penyimpangan dan prasangka-prasangka subjektif yang tak bisa dimengerti secara akal sehat, naif dan bodoh. Adolf Hitler sebagai seorang kreator holocaust di Eropa itu sebenarnya pernah begitu mengagumi, mempelajari, menjiwai dan bahkan di antaranya terinspirasi oleh tokoh-tokoh tersebut.
Adolf Hitler yang memperoleh pendidikan setengah-setengah itu ternyata turut membentuk mosaik-mosaik tindakan psikologis dan absurditas pikiran yang dipengaruhi oleh keahlian bernegara yang amoral dari Nicollo Machiavelli, nasionalisme mistika dan romantisme Richard Wagner, evolusi organik Charles Darwin, teori rasialisme yang dilebih-lebihkan dari Arthur de Gobineau dan Stewart Chamberlain, mitologi dan kompleksitas Imam Mahdi dari Fichte dan Hegel, arogansi dan kesombongan militeristik Treitschke dan Bernhardi, serta komplotan keuangan dari kasta para Junker Prusia.
Inilah realitas sejarah Jerman. Dengan skenario maju mundurnya kejayaan sebuah bangsa besar dan jatuh bangunnya epos peradaban yang turut menyertainya, senantiasa menyimpan diakroni kesederhanaan di dalam kompleksitasnya, sekaligus memberikan enigma kompleksitas di dalam kesederhanaannnya. Tak ayal lagi, Jerman merupakan sebuah negeri yang menyimpan melodrama peradaban dan budaya yang begitu dramatis, indah, megah, elok sekaligus romantik itu adalah sebuah bangsa yang memanggungkan banyak pentas-pentas kejadian, sekaligus sebuah bangsa historis yang tak terhitung memerankan banyak adegan-adegan peristiwa. Sekali lagi, Jerman adalah sebuah negara yang didirikan di atas tonggak-tonggak dan puing-puing kehebohan universal dalam percaturan sejarah dunia.
***
*Judul Buku : Mein Kampf Zwei Bände in einem Band Ungekurtze Ausgabe
Erster Bands : Eine Abrechnung
Zwiter Band : Die Nationalsozialistische Bewegung
Penulis : Adolf Hitler
Penerbit : Verlag Franz Eber Nachfolger - München 1933
Tebal : 781 Halaman
Bunda telah beranjak sepuh dan kau telah tumbuh dewasa,
Kala yang biasanya mudah dan tanpa upaya, kini jadi beban,
Kala mata terkasihnya nan setia tak menerawang kehidupan seperti dahulu,
Kala kakinya mulai lelah dan enggan menyokong tubuhnya lagi.
Kala itu berikanlah lenganmu untuk menyokongnya,
Temanilah ia dengan kegembiraan dan sukacita,
Waktu itu akan tiba, ketika engkau terisak menemaninya dalam perjalanan terakhirnya.
Dan jika ia bertanya padamu, selalulah menjawabnya,
Dan jika ia bertanya lagi, jawablah pula,
Dan jika ia bertanya lain kali, bicaralah padanya tidak dengan menggelegar,
Namun dengan damai lembut,
Dan jika ia tak mampu mengertimu dengan baik,
Jelaskanlah semuanya dengan sukacita,
Waktu akan tiba ,
waktu nan geti ,
Tatkala mulutnya tak akan bertanya lagi.

1923, Adolf Hitler

Taken From:
Ajahn Brahm
Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2

Kutipan Dalam Film Soe Hok Gie

  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.

  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.

  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.

  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.

  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.

  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.

  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.

  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.

  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?

  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…

  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.

  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.

  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.

  • To be a human is to be destroyed.

  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.

  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.

  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.

  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.

  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.

  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.

  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.